Kupang – Para calon gubernur (cagub) NTT harus memahami kondisi daerah ini secara holistik. Pasalnya, Nusa Tenggara Timur adalah provinsi kepulauan yang memiliki potensi dengan segala karakteristiknya. Baik secara geografis maupun demografis, pun kultur budayanya. Dengan memahami semua persoalan yang dihadapi daerah ini, maka akan mudah mematakan masalahnya. Karena itu, masyarakat NTT harus bisa mengedepankan data persoalan, lalu menemukan sosok calon gubernur NTT yang tepat untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Penegasan ini dilecutkan Yohanis Jimmy Nami, Pengamat Politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, pada Senin (13/5/). “Ini pendidikan politik. Memilih calon gubernur NTT yang tidak paham kondisi daerah ini dengan segala permasalahannya, itu sebuah jebakan. Kita harus bisa memetakan masalah atau persoalan yang dihadapi NTT, barulah kita mencari sosok yang tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Ibarat penyakit, harus didiagnosis baru kita berupaya mencari dokter ahli untuk menyembuhkan penyakit tersebut,” tandas Jimmy Nami.
Terkait pandangan tersebut, calon gubernur NTT, Fransiscus Go yang dimintai tanggapannya mengatakan, sependapat dengan hal itu. Selain paham dengan masalah daerahnya, ujar Frans Go, para calon gubernur harus juga memiliki kemampuan menjalin komunikasi intens dengan Pemerintah Pusat. “Ini penting, dalam hal bantuan pembiayaan pembangunan di daerah. Selain itu, juga harus memiliki sikap yang ramah dan tulus dengan investor dari luar,” kata pengusaha asal Timor itu.
Disebut-sebut sebagai “Kuda Hitam” dalam pusaran pemilihan gubernur (pilgub) NTT bulan November mendatang, Frans Go yang telah berkontribusi dalam pembangunan NTT belasan tahun silam itu, menambahkan, pusat-pusat ekonomi di daerah harus segera dibuka agar bisa menyerap tenaga kerja lokal. “Sekarang ini, Indonesia menghadapi krisis lapangan kerja. Sentra ekonomi di daerah harus dibuka untuk menjaring pelaku ekonomi kecil berbakat. Dengan bimbingan yang kuat dari pemerintah, mereka akan jadi pelaku ekonomi yang handal,” pungkas alumni Universitas Gajah Mada itu.(Robert Kadang).