Ungkap Mafia BBM, Malah Dimutasi, Ada Apa dengan Polda NTT?





Publik Nusa Tenggara Timur, baru saja dihebohkan dengan penangkapan mafia BBM di NTT oleh seorang polisi Polres Kupang Kota, Ipda Rudy Soik malah pengungkapan ini, bukan mendapat penghargaan dari Institusinya malah dirinya di Mutasi Polda NTT, di bagian Yanma, bahkan ironisnya direncanakan untuk di mutasi di luar Provinsi NTT.

Ipda Rudy Soik ketika ditemui oleh sejumlah awak media di rumahnya, Jumaat 30 Agustus 2024 mengungkapkan bahwa dirinya di mutasi pada saat pengungkapan kasus mafia BBM yang ditangani oleh Polres kupang Kota.

Ia menjelaskan, dirinya dimutasi dengan alasan penangan kasus BBM tidak sesuai prosedural, padahal pengungkapan mafia BBM di instruksi langsung oleh Polres Kupang Kota yang juga menjadi atensi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Penangkapan mafia BBM, harus dibuktikan terlebih,apakah terdapat mafia BBM di NTT atau tidak, sehingga kami di mutasi” ungkap rudy.

Alasan berikut menurutnya paminal Polda NTT menyampaikan bahwa,  pemasangan garis polisi di tempat penampungan bahan bakar minyak (BBM) ilegal di rumah Ahmad Munandar dan Algazali tidak sesuai prosedur.

Padahal lanjutnya, kasus BBM ilegal itu, terdapat sejumlah fakta, adanya keterlibatan anggota Polresta Kupang Kota, yang menerima suap dari Ahmad, saat Ahmad membeli minyak subsidi jenis solar menggunakan barcode Law Afwan (Pengusaha dari Cilacap). 

Fakta lain, dari hasil penyelidikan Reskrim Polresta Kupang, menemukan bahwa Ahmad punya kedekatan dengan Anggota Paminal Propam Polda NTT yang pernah menggelar operasi tangkap tangan oknum Shabara Polda NTT yang menerima suap dari Ahmad senilai Rp 30 Juta, saat Ahmad membeli minyak ilegal di sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di bilangan Kota Kupang, jelas rudy.

Anehnya, oknum anggota  Shabara Polda NTT yang diproses disiplin, tetapi Ahmad tidak diproses pidana selaku pelaku kasus BBM ilegal, ungkapnya.

Padahal, lanjutnya Ahmad juga mengakui, bahwa pembelian minyak pada bulan Juni 2024 itu diberikan kepada Algazali selaku penimbun.

Pemeriksaan lapangan, kata rudy Algazali mengaku, sebelum dirinya memimpin operasi penertiban BBM ilegal pada 25 Juni 2024, Algazali ditelepon oleh oknum Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT untuk 'tiarap sebentar'. 

Algajali menjelaskan, katanya selama ini ia bekerja sama dengan oknum Ditkrimsus dan minyak milik Ditkrimsus itu adalah BBM ilegal. 

“Atas dasar itulah, maka saya bersama tim mengambil tindakan pemasangan police line (garis polisi). Karena kelangkaan BBM dirasakan oleh semua kalangan masyarakat dari daerah perbatasan hingga Kota Kupang,” ungkapnya.

“Dalam pelaksanaan tugas ini bukan maunya saya, tetapi atas perintah atasan. Tapi kok kenapa saya yang disalahkan? Dan dijadikan alasan pemberatan untuk saya dimutasi ke Polda Papua? Mengapa Pak Kabid Humas tidak melihat fakta-fakta ini sebagai upaya untuk menyelamatkan NTT dari mafia BBM” tanya rudy.

Alasan berikut rudy, rencana di mutasi di Papua, 11 tahun lalu ketika dirinya sebagai anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, saat mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT. Dan saat itu, Kombes Moh Slamet selalu Direktur Kriminal Khusus, yang juga sebagai komandan langsung dari Benny Hutajulu yang saat ini adalah Direktur Kriminal Khusus Polda NTT, mengatakan, kasus PT. Malindo Mitra Perkasa bukanlah kasus TPPO tetapi kasus administrasi.

Padahal, Rudy telah mengamankan 52 calon pekerja migran Indonesia ilegal dari penampungan PT Malindo dalam proses pemeriksaan itu, Kombes Pol Moh Slamet perintahkan untuk kembalikan ke PT Malindo. 

“Sedangkan saya saat itu diproses disiplin oleh Polda NTT, dan saat itu saya tidak terima, sehingga saya melaporkan Kombes Moh Slamet ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM)” ucapnya.

Proses itu dilakukan karena bagi dirinya, tindakan itu menghalangi proses penyidikan terhadap PT Malindo. 

“Saat yang bersamaan, saya diproses disiplin. Sejumlah kasus pun sengaja dibuat untuk menjatuhkan saya. Dan saya dituding memfitnah pimpinan” ungkapnya.

Kemudian, pada November 2015 izin PT Malindo dicabut Kementerian Ketenagakerjaan (Nomor; 402 tahun 2014 tentang pencabutan izin penempatan tenaga kerja Indonesia PT Malindo) jelas rudy. 

Selanjutnya, pada 2018, Tedy Moa yang merupakan pelaksana perekrutan PT Malindo ditetapkan tersangka dan diproses hukum dan bersifat ingkrah (dengan nomor putusan 159/Pid.Sus /2018/PN KUPANG) dengan pidana penjara 6 tahun. 

Pada tahun yang sama, NTT ditetapkan sebagai provinsi darurat perdagangan orang. Salah satu korban perdagangan orang yang masih hidup yaitu Mariance Kabu yang alami cacat permanen. 

Saat ini, disidang sebagai korban TPPO di Malaysia. Mariance Kabu salah satu korban yang dikirim PT Malindo di tahun 2014. 

Menurut Rudy, kasus TPPO PT. Malindo 11 tahun lalu adalah sebuah kebenaran, bahwa kasus yang diselidikinya adalah pidana dan bukan kasus kesalahan administrasi. 

Alasan yang ketiga, bagi rudi dimutasi karena karaoke bersama istri orang saat jam dinas berlangsung, padahal yang sebenarnya dirinya menarik anggotanya untuk kembali ke Restoran Master Piece Kota Kupang, untuk makan siang dan laksanakan analisa dan evaluasi (Anev).

“Untuk membuktikan hal itu, bisa dilihat dari nota pesanan makan, sangat jelas. Saya juga pesan atas nama Polres Kupang Kota bukan milik pribadi saya” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, Jarak Master Piece dengan Markas Polda NTT sekitar 100 meter dan tempat itu kerap digunakan oleh ibu-ibu Bhayangkari untuk acara makan. 

Bahkan rudy pun selalu diperintah untuk menyiapkan tempat itu. Ipda RS juga menunjukkan izin restoran Master Piece. 

Menurut Rudy, Ariasandy terkesan membangun narasi seolah-olah ada perselingkuhan antara para anggota tim Reserse dan Kriminal Polresta Kupang (jumlahnya 13 orang) yang hari itu menyelidiki kasus BBM ilegal bersamanya. 

Padahal, kegiatan makan siang di Master Piece, Kapolresta Kupang Kombes Pol Aldian Manurung juga mengetahui pergerakan Ipda RS bersama tim di tempat itu. 

Hal ini bisa di lihat direkaman CCTV, Rudy menjelaskan, pertama, setelah anggota menyelidiki hingga ke lokasi penimbunan bahan bakar minyak (BBM) ilegal milik Ahmad, warga Kecamatan Alak, Kota Kupang.

Bahkan rudy pun selalu diperintah untuk menyiapkan tempat itu. Ipda RS juga menunjukkan izin restoran Master Piece. 

Bahkan isu perselingkuhan itu juga telah dibantah langsung oleh Kapolresta Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung, yang menggelar jumpa pers bersama sejumlah wartawan, Kamis (4/7/2024). 

“Akibat dari rangkaian peristiwa itu saya merasa ini ada diskriminasi dan diskriminatif, karena setelah itu anggota Reskrim Polresta Kupang yang ikut saya dalam operasi penertiban hari itu dimutasi ke wilayah-wilayah terpencil NTT. Saya dan Kasat Serse Polresta Kupang dimutasi non job, diperintah masuk sel” ungkapnya.

Saat ini juga dirinya dituduh otak di balik gagalnya anak Kapolda NTT masuk Akpol, padahal dirinya tidak mengetahui sama sekali hal itu.

“Bahkan saya juga di tuduh aksi massa yang dilakukan oleh masyarakat NTT dibekingi oleh saya”  

Bahkan saat sakit tidak masuk kantor pun diperintah untuk ada surat keterangan dokter. Padahal ada ratusan anggota lain yang berlawanan sakit tidak pernah diminta surat keterangan sakit.

“Atas dasar semua peristiwa peristiwa ini, saya merasa  diskriminasi dan diskriminatif. Saya menduga saya sengaja dimutasi ke daerah operasi militer Papua, untuk hasilnya dijadikan mirip seperti penembakan Brigpol Josua yang direkayasa pembunuhannya seperti tembak menembak,” ungkap Rudi.( Ino)

Artikel Pilihan

Iklan