Pilihan Ansy Lema Calon Gubernur NTT dalam menggandeng Jane dalam Pilgub NTT merupakan langkah signifikan yang harus diapresiasi. Namun, apresiasi ini hanya akan memiliki makna jika diikuti dengan kebijakan nyata yang menempatkan isu-isu perempuan di garis depan.
“Saya memilih calon wakil gubernur seorang perempuan sebagai bentuk apresiasi yang tinggi, penghormatan yang khusus kepada kaum perempuan, kepada mama-mama," ungkap Ansy Lema saat pendaftaran di KPU Provinsi NTT.
Menempatkan Jane sebagai calon wakil gubernur bukanlah sekadar simbol, tetapi juga sebuah tantangan besar untuk membuktikan bahwa NTT siap untuk mengubah wajah pembangunan yang lebih inklusif.
"Saya sepenuhnya menyadari bahwa banyak persoalan, banyak PR, banyak tantangan yang dihadapi oleh provinsi ini terkait erat dengan eksistensi, peran, dan juga kesejahteraan kaum perempuan," kata Ansy.
Gerakan "Mama Bantu Mama" menawarkan harapan, tetapi juga mengingatkan bahwa upaya ini membutuhkan komitmen dan tindakan nyata.
"Kultur patriarki dalam struktur masyarakat di Nusa Tenggara Timur belum sepenuhnya memberi ruang yang setara dan berkeadilan bagi kaum perempuan NTT," ujar Ansy lagi.
Ini bukan sekadar retorika politik atau alat untuk meraih suara, tetapi langkah konkret menuju masa depan yang lebih berkeadilan gender.
Kolaborasi antarperempuan harus menjadi kekuatan yang menggerakkan perubahan sosial, ekonomi, dan politik di NTT.
"Karena itu saya meletakkan wakil gubernur ini seorang perempuan. Saya berharap, Kaka Jane akan menjadi mama bagi masyarakat NTT. Bagi mama-mama, Mama Tolong Mama, Perempuan Tolong Perempuan," tutur Ansy.
Jika inisiatif ini dapat dijalankan dengan baik, maka NTT bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia, bahwa perempuan bukan hanya bagian dari masyarakat yang perlu dibantu, tetapi juga motor penggerak perubahan itu sendiri.
Ansy-Jane dan gerakan “Mama Bantu Mama” adalah simbol perjuangan, dan keberhasilan yang akan menjadi tolok ukur seberapa serius NTT, dalam memperjuangkan kesetaraan gender yang nyata.