Bawaslu NTT Identifikasi 28 Indikator Kerawanan TPS Jelang Pilkada Serentak 2024




Menjelang  Pemilihan Kepala Daerah serentak (Pilkada) pada 27 November tahun 2024 mendatang Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah berhasil mengidentifikasi 28 indikator kerawanan TPS.

Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu NTT Nonato Da Purificacao Sarmento, saat konfrensi pers di Kristal Hotel pada Jumat,22 November 2024.

Ketua Bawaslu NTT mengatakan bahwa  proses identifikasi dan pemetaan dilakukan untuk mendeteksi potensi gangguan, hambatan, atau pelanggaran di TPS pada hari pemungutan suara. Data diperoleh selama enam hari, yakni 10–15 November 2024, dengan melibatkan 3.442 kelurahan/desa di 22 kabupaten/kota.

Dikatakan, dari hasil pemetaan itu Bawaslu mengidentifikasi delapan variabel dengan total 28 indikator kerawanan TPS, antara lain penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan listrik dan internet.

Indikator Kerawanan Paling Banyak Terjadi

Bawaslu menemukan lima indikator kerawanan utama dengan jumlah TPS terdampak tertinggi, yaitu:

1. Pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT (4.143 TPS), tersebar di wilayah seperti Lembata, Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, dan Kota Kupang.

2. Pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (2.313 TPS), ditemukan di kabupaten seperti Sumba Timur, Sumba Barat, dan Flores Timur.

3. Penyelenggara Pemilu yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempat bertugas (1.309 TPS), banyak terjadi di Kota Kupang, Manggarai, dan Sumba Barat.

4. Pemilih pindahan (DPTb) (1.224 TPS), terutama di wilayah Sumba Timur, Flores Timur, dan Lembata.

5. Potensi pemilih memenuhi syarat namun tidak terdaftar di DPT (DPK) (545 TPS), ditemukan di Sumba Timur, Kabupaten Kupang, dan Timor Tengah Selatan.

Indikator Keamanan dan Pelanggaran Lainnya

Selain itu,Bawaslu juga mencatat 11 indikator lainnya dengan jumlah kasus yang cukup signifikan, seperti intimidasi kepada penyelenggara (145 TPS), riwayat kekerasan di TPS (119 TPS), praktik politik uang (108 TPS), dan penghinaan berbasis SARA di sekitar lokasi TPS (71 TPS).

Sementara itu, terdapat pula empat indikator kerawanan yang lebih jarang terjadi, tetapi tetap memerlukan perhatian, seperti TPS yang didirikan dekat rumah pasangan calon (80 TPS) atau di wilayah rawan konflik (54 TPS).


Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Hasil pemetaan ini menjadi rujukan bagi Bawaslu, KPU, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencegah potensi gangguan. Strategi yang dilakukan meliputi:

Patroli pengawasan di TPS rawan.

Penguatan kapasitas petugas KPPS melalui pelatihan intensif.

Koordinasi lintas sektor, termasuk aparat keamanan dan tokoh masyarakat.

Sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi aktif.

Pendirian posko pengaduan masyarakat, baik secara online maupun offline.

Bawaslu juga menekankan pentingnya pengawasan langsung terhadap distribusi logistik dan pelaksanaan pemungutan suara sesuai aturan.


Rekomendasi kepada KPU


Bawaslu merekomendasikan KPU untuk:

1. Meningkatkan akurasi data pemilih dan memverifikasi dokumen pemilih.

2. Memastikan distribusi logistik tepat waktu dan sesuai kebutuhan.

3. Berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memitigasi potensi gangguan di TPS.

Ketua Bawaslu didampingi Anggota Bawaslu sekaligus Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat, Amrunur Muhamad Darwan,dan sejumlah anggota lain.

Artikel Pilihan

Iklan